Selasa, 09 September 2008

Kebebasan & Disiplin 3

Sekali lagi disiplin berarti mengajar hal-hal yang bersifat positif dan konstruktif. Disiplin dimulai dari rumah. Bila anak-anak tidak disiplin di rumah, maka dapat dipastikan ia tidak disiplin di sekolah. Pendidikan dan kedisiplinan bagaikan dua sisi mata uang. Milton R. Sapirstein mengatakan: “Education like neurosis, begins at home” (pendidikan seperti halnya penyimpangan perilaku, dimulai dari rumah). Bagaimana anak di rumah, begitulah ia di sekolah. Bila anak di rumah biasa berteriak-teriak, maka di sekolahpun ia akan berteriak-teriak. Bila anak di rumah biasa berbantah-bantahan, maka di sekolahpun ia akan berbantah-bantahan. Jadi mendidik dan mendisiplinkan anak harus dimulai dari rumah. Orang tua turut juga berperan dalam mendidik anak. Tanggung jawab mendidik anak tidak sepenuhnya berada di pundak sekolah, karena waktu yang dihabiskan anak di sekolah hanya berkisar 7-8 jam sehari, sisanya di rumah.

Dr. John Pearce dalam bukunya Bagaimana Mengatasi Perilaku yang Buruk mengatakan: “Bila orang tua tidak dapat bersepakat mengenai di mana garis (maksudnya garis di antara perilaku yang baik dan yang buruk)tersebut harus ditarik, maka tidak akan mengherankan apabila anak-anak menjadi membangkang karena mereka tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka. Anak-anak perlu mempunyai pengertian yang sangat jelas mengenai apa persisnya yang diminta, kalau tidak mereka akan membuat peraturan mereka sendiri dan mengerjakan apa saja yang mereka inginkan” (Pearce, 1990:15). Dalam suatu kesempatan bercakap-cakap Pak Sumantri, guru Fisika SMP, menasehati penulis untuk tidak membiarkan anak-anak mengendalikan situasi di kelas.

Mendidik anak-anak untuk berdisiplin berarti mencurahkan cinta kasih kita kepada mereka dengan cara memberi mereka perhatian. Mungkin selama ini anak-anak kita kurang mendapatkan perhatian dan cinta kasih kita sehingga mereka bertindak yang aneh-aneh. Cinta kasih hanya dapat dibuktikan melalui sebuah tindakan atau melalui contoh yang berasal dari hati, melakukannya dengan sentuhan hati.

Disiplin tidak hanya sekedar mematuhi perintah dan aturan-aturan baku lalu menghukum atau memberi sanksi bagi yang melanggar. Tindakan seperti itu hanya akan menjerumuskan kita kepada hal-hal yang bersifat normatif. Siapa yang salah dan melanggar harus dihukum. Sifat normatif sudah pasti mengabaikan alasan-alasan, motif, atau latar belakang mengapa seseorang berbuat kesalahan, membangkang atau bertindak yang aneh-aneh. Bisa saja seorang anak berbuat salah karena ia tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya salah. Sikap yang normatif akan menjerumuskan kita pada sifat menghakimi. Saat kita menghakimi orang saat itulah kasih tidak ada dalam diri kita.

Disiplin berarti mengajarkan anak untuk mengerti apa artinya kebebasan dan bagaimana mempertanggung jawabkan kebebasan tersebut. Disiplin berarti memberikan pemahaman mengapa sebuah tindakan boleh dilakukan sedangkan yang lain tidak boleh. Memberikan mereka kebebasan untuk memilih sekaligus memberitahu mereka konsekuensi atau resiko yang harus mereka terima atas pilihan tersebut.

“Jadi, bila Anda menginginkan anak Anda berperilaku cukup baik, Anda harus mulai menerapkan disiplin Anda sejak dini…disiplin tidak hanya diperlukan untuk melindungi anak dari bahaya, tetapi juga diperlukan oleh anak untuk masuk dan menjadi anggota masyarakat yang berguna” demikian pesan Dr. John Pearce. Bila Anda ingin belajar tentang disiplin, bacalah Alkitab dan ikutlah teladan Yesus.

Kebebasan & Disiplin 2

Kebebasan memiliki batasan dan aturan. Di rumah anak-anak menuntut agar diberi kebebasan oleh orang tua mereka. Di sekolah pun demikian. Kita sering dibuat bingung oleh tingkah laku anak (didik) kita yang suka melawan dan membangkang. Kadang kita dibuat marah dan terpaksa menghukum anak karena perbuatan mereka selalu melanggar aturan. Mereka seolah-olah tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh.

Tahukah Anda mengapa anak-anak berperilaku buruk? Mengapa mereka membangkang? Di rumah Anda tidak mampu menghadapinya, di sekolah pun guru-guru tidak kuasa mengaturnya. Tapi tidak jarang kita melihat ada orang yang mampu mengatasi mereka. Orang tersebut mampu mengendalikan anak-anak kita dan mereka mendengar apa yang dikatakannya. Kenapa orang tersebut dapat melakukannya, sementara Saya sebagai orang tuanya (guru) tidak? Anda bertanya-tanya mengapa bisa demikian?

Sebenarnya permasalahan yang sering terjadi di atas ada jawabannya. Jawaban tersebut sudah sering kita dengar dan lakukan. Jawaban dari permasalahan di atas adalah “DISIPLIN”. “Ah, Saya bosan mendengar kata itu. Buktinya anak Saya tetap saja nakal, membangkang, dan bertingkah yang aneh-aneh” begitu kira-kira tanggapan Anda. Saya bisa memahami apa yang Anda rasakan karena yang Anda rasakan dan alami itu dirasakan juga oleh banyak orang di dunia ini.

Disiplin berasal dari bahasa Latin- disiplina –yang berarti mengajar, yang bersifat positif dan konstruktif. Murid-murid Yesus dalam bahasa Inggris disebut Disciples (Rasul). Kata disciples diambil dari kata disiplina. Pengertian disiplin di atas telah mengalami pendangkalan makna (sama halnya dengan istilah freedom). Sangat disayangkan disiplin sering digunakan dengan cara yang negatif dan otoriter. Disiplin dianggap sebagai penghalang kebebasan oleh sebagian orang, khususnya murid-murid sekolah.

Banyak orang menganggap disiplin berarti hukuman dan sikap yang sangat kaku, sehingga banyak yang menghindari menggunakan istilah tersebut. Disiplin bukan berarti hukuman. Disiplin juga bukan berarti sikap yang sangat kaku. Bahwa orang-orang yang menerapkan kedisiplinan kebanyakan berperilaku seperti itu adalah hal lain. Tidak dapat dimungkiri bahwa selama ini orang-orang yang menerapkan disiplin adalah orang-orang yang otoriter, kita lihat contohnya di militer. Banyak kepala sekolah, guru, dan orang tua yang berlaku otoriter, tapi menggunakan istilah disiplin. Ini adalah sebuah pemutarbalikkan makna.

Ada kisah yang menarik dari seorang Michael Jackson. Beberapa tahun lalu ia bercerita bagaimana bapaknya mendidik ia dan saudara-saudaranya dengan keras, bahkan sangat keras. Bapaknya memang menginginkan agar anak-anaknya sukses. Di mata Michael Jackson bapaknya adalah seorang yang kejam, yang berusaha mendidik anak-anaknya untuk disiplin tapi tindakan yang dilakukannya adalah perbuatan yang kaku dan otoriter. Beberapa kasus membuktikan bahwa sikap orang tua yang sangat keras pada anak-anak mereka di waktu kecil berakibat pada penyimpangan seksual mereka di usia dewasa. Bagi anak laki-laki kecenderungannya adalah menjadi bencong (waria) atau gay.

Kebebasan & Disiplin 1

“Responsibility is the price of freedom” (Elbert Hubbard)

Alkisah, Musa sedang menggembalakan kambing domba Yitro, mertuanya, di padang gurun. Tiba-tiba dari semak duri muncul lidah-lidah api yang menyala namun semak duri tersebut tidak terbakar. Rasa penasaran menyelimuti hati Musa yang kemudian mendekat untuk melihat semak duri yang tidak terbakar tersebut. Tiba-tiba dari semak duri tersebut terdengarlah suara yang memanggil namanya. Ternyata suara itu adalah suara TUHAN. Di tempat itulah Tuhan pertama kali memperkenalkan diri kepada Musa. Tuhan kemudian memberitahukan namaNya kepada Musa. “AKU ADALAH AKU” kata Tuhan. “YHWH” itulah nama Tuhan. Berhubung huruf-huruf tersebut adalah huruf mati (konsonan), maka orang Israel menambahkan huruf vokal di antara huruf-hurf mati tersebut, orang Israel menyebutNya: Yahweh atau Yehovah. Bangsa Israel sebelumnya tidak mengenal siapa itu Tuhan, siapa namaNya. Mereka hanya tahu bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah Tuhan nenek moyang mereka, yaitu Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Yahweh dalam terjemahan bahasa Indonesia ditulis dengan huruf besar, yaitu TUHAN (Inggris: LORD).

Musa diberi tugas oleh Tuhan untuk membebaskan (memerdekakan) bangsa Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Kisah keluarnya (eksodus) bangsa Israel dari Tanah Mesir adalah kisah tentang perjuangan manusia melawan penindasan, kebodohan, ketakutan, dan kemapanan. Kisah eksodus ini jugalah yang menginspirasi bapak-bapak pendiri Amerika untuk memerdekakan Amerika. Demikian juga halnya dengan Bung Karno yang beberapa kali dalam pidatonya selalu mengutip ayat-ayat Alkitab dalam Kitab Keluaran.

Kemerdekaan atau kebebasan (freedom) adalah kata yang sering dikumandangkan orang. Penggunaan kata tersebut bahkan sering disalahgunakan dan disalahtafisrkan. Banyak orang yang berkepentingan dengan kata tersebut sehingga makna kebebasan (kemerdekaan) akan ditafsirkan sesuai dengan kepentingan penggunanya. Orang berpikir bahwa kebebasan berarti leluasa melakukan apa saja yang kita mau. Bagi sebagian orang kebebasan berarti hidup tanpa adanya peraturan yang membatasi.

Ingat! Kebebasan bukanlah surat ijin (license) untuk berbuat sekehendak hati kita. Tuhan membawa bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir agar mereka bebas dan merdeka. Bangsa Israel bebas menyembah dan beribadah kepada Tuhan, bebas menentukan nasib mereka sendiri, bebas menentukan pilihan sendiri. Namun, kebebasan mereka diberi batasan atau rambu-rambu oleh Tuhan. Sepuluh Perintah Allah adalah rambu-rambu bagi bangsa Israel.

Dalam salah satu perintahNya bangsa Israel dilarang menyebut nama Tuhan dengan sembarangan. Sebagai bangsa pilihan Tuhan Israel punya hak istimewa bergaul akrab dengan Tuhan dan bebas berseru padaNya. Namun untuk menyebut nama TUHAN (Yahweh) orang Israel harus berpuasa dan menyucikan diri terlebih dulu. Nama TUHAN hanya disebut pada saat-saat ibadah, saat-saat tertentu karena nama itu sangat suci, agung, dan mulia. Ketika membaca Taurat atau Talmud dan bertemu nama YHWH, maka orang Israel tidak mengucapkan nama tersebut tapi menggantinya dengan kata Elohim atau Adonai. Dalam bahasa Inggris kata God selalu tidak dibaca atau ditulis lengkap oleh rabi-rabi Yahudi. Mereka menulisnya dengan G-d.

Jumat, 05 September 2008

Pendidikan yang Holistik Sekolah Hati Suci

Pendidikan Sekolah Hati Suci bercirikan pendidikan secara holistik (menyeluruh) dan luas. Untuk mendukung program ini perpustakaan membuat program pelajaran yang bertujuan mengembangkan kemampuan otak secara utuh, bukan hanya otak kiri saja sebagaimana yang selama ini diagung-agungkan. Perpustakaan juga membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan otak kanan mereka.

Belahan otak kiri manusia mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Otak kiri bekerja secara logis dan matematis. Sementara otak kanan manusia mengontrol bagian tubuh sebelah kiri. Otak kanan berhubungan dengan kemampuan bahasa, kreativitas, dan seni.

Menjadi seorang yang pintar berarti memiliki kemampuan otak sebelah kiri dan sebelah kanan yang sama baiknya. Bila hanya otak kiri atau otak kanan yang dikembangkan, maka siswa tersebut dikategorikan setengah pintar karena hanya sebagian otaknya saja yang dimaksimalkan fungsinya.

Contoh orang-orang pintar adalah Romo Mangun Wijaya, Bung Karno, Alfred B. Nobel, Benyamin Franklin, dll. Orang-orang tersebut tidak hanya dikenal karena kemampuan mereka di bidang matematika, fisika, kimia, arsitektur, teknik sipil tetapi juga mereka dikenal sebagai seniman, negarawan, penulis, penemu, penulis puisi, orator.

Salah satu program perpustakaan Sekolah Hati Suci adalah membuat proyek Book Report. Siswa diwajibkan membaca buku-buku literatur dunia dan Indonesia kemudian membuat laporannya. Laporan tersebut berisi tentang rangkuman cerita dan kandungan moral dari cerita tersebut.